Header Ads

Cita-cita Mudir ‘Ali JATMAN untuk Menthariqahkan Indonesia



Halal Bi Halal Idarah Wustha JATMAN Prov. DKI Jakarta dibarengkan dengan hajatan Haul Ke-92 Mujaddid Tarekat Syadziliyyah Syaikh Muhammad bin Shiddiq bin Ahmad Al-Ghumariyy. Diawali Al-Mursyid Asy-Syaikh Dr. ‘Abdul-Mun’im Al-Ghumariyy memberikan materi singkat seputar tashawwuf akhlaqiyy, ‘amaliyy dan falsafiyy. K. H. M. Danial Nafis, M.Si. selaku Rais Idarah Wustha DKI Jakarta memimpin beberapa aurad. K. H. Ahmad Marwazi Al-Makkiyy memberikan ijazah Ratib Yasin. K. H. Yunus At-Tijaniyy dan K. H. Hilmi Ash-Shiddiqiyy juga turut hadir di Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation dalam acara penuh barakah ini.

Prof. Dr. K. H. Ali Masykur Musa mengawali ‘sambutan’ dengan elaborasi bahwa thariqah adalah satu-satunya jalan untuk iman, islam dan ihsan sebagai sebuah triangle. Syariat ibarat safinah, thariqah ibarat samudera. Kendaraan (vehicle) satu-satunya untuk wushul ilAllah adalah thariqah. Untuk menghancurkan Islam adalah dengan memisahkan syariat dan thariqah.

“Siapa yang bersyariat tidak mungkin sampai kepada hakekat dan makrifat kecuali dengan thariqah. Ayat wa ma KholaqTul-jinna wal-insa illa liya’budun (untuk beribadah kepada-Ku) menurut banyak mufassir sufi adalah liya’rifun (untuk mengenal-Ku). Jadi menyembah Allah tidak sebatas phisycally tetapi bathiniah, dan itu harus melalui berthariqah, sehingga dapat diraih dzauq,” papar Mudir ‘Ali JATMAN sembari masuk ‘gigi satu’.

Mursyid Thariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyyah ini memberikan contoh, “Kita dengan istri kan sudah makrifat karena bisa merasakan dzauq. Istri tahu kita marah karena istri tidak membuatkan teh. Sekarang bagaimana kita makrifatullah tidak lain melalui makrifatun nafs (mengenal diri). Man arafa nafsah faqad arafa Rabbah. Mengenal siapa diri kita, kemana, dari apa, apa yang kita ingin, dan lain-lain. Di sinilah bedanya muslim yang berthariqah dengan yang tidak. Ketika sebuah masyarakat dijauhkan dari thariqah maka berarti substansi agama dijauhkan dari mereka.”




Masuk ‘gigi dua’, Pengasuh PP. Pesulukan Al-Masykuriyyah Condet ini menuturkan sejarah kelam Timur Lenk yang menolak ajaran thariqah Naqsyabandiyyah yang disyiarkan Khwjah Amir Kullal dan dilanjutkan Khwjah Baba As-Samasiyy. Timur Lenk menuntut pemisahan thariqah dan syariat dalam masyarakat Muslim di Uzbekistan agar tidak sampai meng-insert ke dalam para penyelenggara Negara.

Masuk ‘gigi tiga’, Cak Ali, sapaan akrab beliau, mengisahkan, “Saya dibesarkan oleh keluarga besar yang seluruhnya pengamal thariqah tapi saya belajar thariqah belum terlalu lama. Saya belajar ilmu politik internasional dan hukum, lalu bekerjanya di keuangan Negara, 10 tahun di DPR di komisi yang mengatur Keuangan Negara. Setelah memimpin ISNU 11 tahun, sekarang memimpin JATMAN. Memang yang sempurna adalah akal yang baik dan hati yang baik. Al-Qalb kal-malik wal-’aql kal-wazir. Inilah ulul-albab.”

Guru Besar Politik Pendidikan Islam UNISMA ini menyimpulkan, “Dari sini, tharqiah perlu di-insert ke dalam sistem Negara. Coba bayangkan kalau thariqah terinsert di Negara, maka transaksi uang Negara yang ditengarai ada penyimpangan sebesar 900 Trilyun Rupiah menurut PPATK itu tidak akan terjadi. Jadi thariqah adalah penyelamat dalam bernegara, berekonomi, berinteraksi sehari-hari. Tugas kita sekarang adalah menthariqahkan Negara.”

Menjelang finish dan masuk ‘gigi empat’, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini mengungkapkan, “Mimpi saya, thariqah meng-insert dalam Negara secara makro, thariqah diamalkan secara umum oleh setiap muslim. Perlawanan Padri kepada Belanda dipimpin oleh Muda Waly notabene pengamal thariqah. Pangeran Diponegoro penganut thariqah Syaththariyyah menggerakkan perang melawan Belanda. Moh. Hatta cucu Syaikh ‘Abdurrahman Al-Khalidiyy Batuhampar. Kekuatan batin guru-murid adalah faktor terkuat Kemerdekaan. Kalau sudah guru memerintahkan, murid pasti taat. Jadi Kemerdekaan kita ini adalah darahnya para pengamal thariqah. Insya Allah ada saatnya pemimpin Negeri ini adalah pengamal thariqah.”

Komisaris PT. PLN ini kemudian menyuguhkan permisalan bahwa syari’at itu seperti batok kelapa, thariqah itu daging kelapa, dan hakekat itu minyaknya kelapa, kemudian beliau mengutip adagium populer ulama Shufiyy,
فالشريعة بلا حقيقة عاطلة والحقيقة بلا شريعة باطلة
“Syari’at tanpa hakekat tertolak, hakekat tanpa syari’at batil.” Sehingga, seorang shufiyy (sufi) tidak harus selalu di puncak gunung jauh dari siapa-siapa. Shufiyy perlu ada yang jadi pemimpin Negara, perlu ada yang kaya raya, dan lain sebagainya, dan itu semua untuk kepentingan Akhirat. Di penghujung taushiyyahnya, beliau memohon ketulusan doa agar selama menjalankan amanah sebagai Mudir ‘Ali JATMAN diberi keikhlasan, keistiqamahan dan kesabaran.

Reporter: H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd., C.Ed.







Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.