Belajar Maqom Tajrid Bersama Kyai Ubed Temboro dan Kyai Huda Tuban
Sejumlah ruas jalan di area 200 hektar Pondok Temboro mengibarkan bendera dan umbul-umbul JATMAN Jatim. Waktu dhuha 4 Agustus 2024/29 Muharram 1446 H. menjadi momen bersejarah pertama kalinya even akbar 800 sufi-sufiyah warga JATMAN Jatim dijamu oleh Khodimul-Ma’had, K. H. Ubaidillah Ahror bin K. H. Mahmud Kholid Umar bersama 500 santri khidmah. Sebuah kerjasama dakwah yang indah. JATMAN Jatim yang notabene banom dari NU bisa bersinergi dengan Pondok Temboro basis Jama'ah Tabligh.
Idaroh Wustho JATMAN Jatim pada rentang Juli-Agustus 2024 menghelat Turba (turun ke bawah) di empat titik: Madura Raya, Kraksaan, Temboro, dan Malang. Turba Titik Temboro diambil oleh PP. Al-Fatah yang notebene dulu -pada era K. H. Siddiq bin Hasan Munawwar, sang muassis- pernah punya sejarah menjadi tempat cikal bakal perumusan gagasan organisasi lintas tarekat ini.
Usai ISHOMA, para hadirin menyimak taushiyyah Rois, K. H. Fathul Huda Asy-Syadziliyy, “Kehadiran kami (JATMAN Jatim) untuk belajar, bukan hendak mengubah yang sudah berlaku di sini (di Pondok Temboro). Pondok Temboro ini kalau sudah masuk waktu shalat semua toko tutup. Kita (para hadirin) hentikan sementara acara kita untuk shalat di Masjid (tempat Turba) ini.”
Mantan Bupati Tuban dua periode ini melanjutkan, “Kita teringat dawuh Alloh, wa yu`tsiruna ‘ala anfusihim wa lau kana bihim khoshoshoh. Kita harus mengalahkan kepentingan kita dan mengedepankan pengabdian kepada Alloh. Kata Sari As-Saqathiyy siapa mengutamakan kepentingan Alloh dan mengalahkan kepentingan sendiri maka ucapannya akan selalu sejalan dengan taqdir Alloh.”
“Saya sudah punya azzam untuk hadir di Pondok ini sejak 5 tahun lalu karena saya kagum dengan pondok ini. Sejalan dengan sabda Rosululloh, “Al-Mar`u ‘ala man ahabba.” Kalau kita mencintai, sifat-sifatnya akan kita miliki. Pertama yang saya kagumi adalah keikhlasan di sini,” papar mu`assis IIS (Islamic International School) Ma’had Bahrul Huda Tuban ini.
Kyai Huda mengutip aforisme Imam Ibnu ‘Atha`illah, “Al-A’malu shuwarun qo`imah. Wa arwahuha wujudu sirril-ikhlashi fiha.” Kita ini amal kita tidak ada implikasinya karena tidak ada ruhnya (ikhlas). Salah satu bukti keikhlasan di Pondok Temboro ini, santri-santri yang masak saya lihat tadi, itu kalau tidak karena ikhlas tidak akan bisa seperti itu. Permasalahan Bangsa ini, termasuk NU, akan selesai manakala kita adopsi ajaran keikhlasan Pondok Temboro ini. Yang menjadikan kacau balau adalah hilangnya ikhlas, yang bicara bukan hati tapi nafsu. Dari sebuah komunitas saja bisa mengubah dunia karena punya energi ikhlas.
Yang kedua yang saya kagumi dari bukti keikhlasannya Pondok Temboro adalah ghiroh tablighnya. Mau dakwah ke mana-mana tanpa bekal bahkan rela meninggalkan anak-istrinya. Ini pasti karena ikhlas. Yang ketiga, Pondok Al-Fatah ini sifat tawadhu’nya. Saya mau menampung alumni sini untuk mengajarkan tawadhu’. Bangunan (Masjid Al-Markaz Indoor) sebesar ini pasti transaksi dengan Alloh.
Yang keempat, tadi saya melihat ada ghurfah lidz-dzakirin di situ. Berarti Pondok ini seperti muridnya Nabi Sulaiman yang bernama Ashif bin Barkhiya, orang yang ahli thoriqoh, ahli wirid. Wirid bisa dimenej, yaitu dengan menampung orang-orang khusus (fokus dzikir), diharapkan bisa memberi ma’unah kepada kita.
Nabi bisa mengislamkan dunia karena mukjizat. Indonesia basisnya Hindu-Budha, para wali tidak butuh waktu lama mengubah menjadi mayoritas muslim karena ditunjang ma’unah. Ma’unah masih ada, tapi kadang kita tidak bisa merasakan. Guru saya menerjemahkan fas`alu ahladz-dzikri in kuntum la ta’lamun artinya bertanyalah kepada ahli thoriqoh. Kita (JATMAN Jatim) kan masih belum menjadi rujukan, tereliminir, termarjinalkan, karena tazkiyatun nafs kita kurang sehingga kita tidak diperhitungkan orang lain.
Di JATMAN Jatim, kita ini sebagai khodimnya para mursyidin dan salikin. Semua pengurus harus memahami ini. JATMAN Jatim bisa eksis hanya karena mursyidnya, Syu'biyyahnya, lajnah-lajnahnya. Khodim tentu terserah sayyidnya tapi harus proaktif menawarkan diri menjalankan tugas.
Sittatun yadkhulun-Nar qoblal-hisab, salah satunya ’ulama` yang hasad. Saya khawatir perkembangan perseteruan Ba’alawi dan Walisongo membuat masuk Neraka qoblal-hisab. Kita (warga JATMAN Jatim) tawassuth saja, tidak usah ikut-ikutan, kita lebih ta’zhim kepada siapa saja diantara keduanya yang ‘alim. Saya jadikan rujukan Habib Novel, Habib Jamal dan lainnya bukan karena ke-habib-annya tapi karena kualitas (ilmu) yang disampaikannya.
Garisnya jelas, “Addibu auladakum bihubbi Nabiyyikum wa hubbi ahli baitihi wa hubbi tilawatil-Qur`an.” Kalau ada ahli bait Nabi yang macam-macam (berbuat salah), kita anggap mushaf yang sudah rusak, tetap kita hormati kalau tidak sejalan. Ini pendapat pribadi saya (bukan atas nama Rois). Kalau keputusan (atas nama JATMAN Jatim) harus melalui bahtsul masail. Kemudian yang yadkhulun-Nar adalah al-’Arabiyyah bit-ta’ashshub. Sebetulnya siapa saja yang membanggakan nasab.
Yang terakhir, al-jihad fi akhiriz-zaman bid-dananir wad-darahim, itu qoulul-’ulama`. Jihad di akhir zaman itu dengan harta, akhir zaman itu sejak Rosululloh wafat. Kalau kita baca biografi dari 10 shahabat Nabi yang dijamin Allah masuk Surga, 9 diantaranya adalah orang kaya semua. Sayyidina Umar kekayaannya 12,5 trilyun rupiah, ‘Abdurrahman bin ‘Auf 6,5 trilyun rupiah, Az-Zubair bin Al-’Awwam 35,5 trilyun rupiah, Sayyidina ‘Utsman 1,5 rilyun rupiah.
Mursyid yang sekaligus praktisi bisnis sukses ini juga mengungkapkan, “Saya berguru kepada Kyai Ubed. Konsepnya apa kok bisa seperti para shahabat Nabi itu? Kita lihat asetnya (Pondok Temboro) semuanya itu trilyunan. Beliau santai, tetap ngajar, tetap ngopeni santri, tetap jama’ah. Kalau semua ahli thoriqoh seperti Kyai Ubaidillah, kyai JATMAN Jatim tidak lagi perlu mengajukan proposal-proposal kegiatan. Saya yakin sejak berdiri Pondok Temboro ini tidak pernah mengajukan proposal.
Kalau saya cermati, manusia tidak diciptakan untuk miskin. Manusia dimanjakan oleh Alloh. Wa ya Adamuskun anta wa zaujukal-Jannah wa kula minha haitsu syi`tuma. Dari sini kita (mesti cari tahu) bagaimana mengaktifkan (diri kita bisa seperti) Nabi Adam di Surga. Yang punya instrumen (untuk mencapai itu) adalah ahli thoriqoh. Sholat yang fungsinya dzikir, nyatanya kita sering tidak khusyu’, digoda syaithan, penyebabnya tidak berthoriqoh, shalat kita belum ma’rifat dan haqiqat. Kuncinya kita bisa haqiqat dan ma’rifat adalah thoriqoh, kita evaluasi terus-menerus.”
Sebagai pamungkas, Kyai Huda menyerukan kemandirian organisasi melalui program-program iqtishodiyyah (perekonomian), “Pantasnya orang itu harus berusaha untuk kebutuhan materi. Jadi usaha itu untuk pantas-pantasan saja. Kita ini makhluq, semua sudah ditetapkan Alloh, pantasnya bekerja. Saya padukan mursyid, akademisi, praktisi dan perusahaan untuk kemandirian JATMAN Jatim. Maqom kita masih asbab, semoga bisa seperti beliau (Gus Bed) sudah tajrid, semua datang sendiri.”
Penulis (Brilly) duduk ndlosor di depan panggung. Abah Penulis (Moh. Yusuf Afandy) yang sedari awal menjadi master of ceremony menahan Kyai Huda turun panggung. Abah Penulis meminta Kyai Ubed naik panggung. Penulis pun menyusul ke atas menggendong dua mushaf Al-Qur'an Jumbo yang Penulis susun dan terbitkan. Kedua Mushaf tersebut Penulis beri nama At-Tashawwuf. Satu diserahterimakan Kyai Huda kepada Kyai Ubed. Satu diserahterimakan K. H. Moh. Chusnan Ali kepada Kyai Huda. Kedua Mushaf Jumbo tersebut Penulis terbitkan atas nama Lajnatut-Ta'lif wan-Nasyr (LTN) JATMAN Jatim. Diharapkan LTN bisa mandiri secara ekonomi mensupport kegiatan Idaroh Wustho JATMAN Jatim melalui penerbitan mushaf Al-Qur`an.
Record live streaming bisa disimak di https://www.youtube.com/live/Y_Pl5YOBwBs?si=o-U4Ebm0xXeZFba7
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment